Kamu anak motor? atau hanya sekedar suka saja dengan dunia otomotif? nah, tak ada salahnya mampir dulu ke sebuah museum alat transportasi ketika berkunjung ke Yogyakarta.
Koleksinya cukup lengkap, dan bersejarah. Cukup menarik memang untuk dikungjungi sekedar menambah wawasan. Tapi tak hanya museum alat transportasi yang menarik di Yogyakarta.
Jadi tanggung kalau hanya mengunjungi satu museum saja. Berikut adalah beberapa ulasan museum di Kota Gudeg.
1. Museum Merpati Motor
Tempatnya di Jalan KH Ahmad Dahlan 88 Kota Yogyakarta, atau ketika berada di ntitik nol kilometer tinggal jalan menuju ke barat saja sekitar 500 meter. Di sebalah utara jalan terdapat sebuah museum kendaraan antik yang dimiliki seorang pria bernama David Sunar Handoko.
Pengunjung dapat sepuasnya melihat koleksinya dari mulai pukul 09.00 hingga 16.00 WIB. Berbagai jenis sepeda motor, seperti Harley Davidson, Vespa, Lambretta, Indian dapat ditemui di sini. Kemudian ada pula mobil dengan tahun pembuatan 1925 hingga 1970an. Serta ratusan sepeda kayuh, yang paling tua produksi 1890 didapatkannya dari Belanda.
Ada sekitar 300 unit sepeda motor antik, 500 sepeda, dan 60 mobil. Belum lagi koleksi lainnya, seperti lukisan, arloji, kamera, kacamata. Di sini orang-orang yang suka dengan barang-barang jadul pasti akan suka.
2. Museum Sonobudoyo
Ketika berkunjung ke Museum Sonobudoyo, Yogyakarta, anak-anak terutama dapat melihat berbagai jenis permainan dari masa ke masa. Atau juga suatu artefak yang di setiap waktunya ada saja perbedaan fungsinya.
Misal dulu ada mainan dakon, adu kemiri, sekarang ada mainan lain yang biasa dipasarkan di (Pasar Malam) Sekaten. Tidak hanya sekedar memamerkan benda mati, tapi ada ilmu pengetahuan. Sejarah perkembangan bangsa. Suatu artefak yang dapat memancing daya imajinasi anak juga dicontohkannya, seperti Genta. Sebuah benda yang ditemukan di sekitar Candi Kalasan, Sleman.
Genta ini pada masa 700-800 Masehi silam, dulunya digunakan untuk suatu upacara keagamaan.
3. Museum Gunungapi Merapi
Museum Gunung Merapi, menjadi salah satu tempat favorit untuk mempelajari gunung-gunung api yang ada di Indonesia. Dengan fasilitasnya yang cukup lengkap, masyarakat mendapatkan suatu edukasi dari mulai sejarah hingga mitigasi bencananya.
Museum yang mempunyai luasan bangunan sekitar 4.470 meter persegi tersebut, ada berbagai fasilitas atau media pembelajaran tentang gunung api. .
Di lantai pertama, ada ruang maket. Yang mana, ada satu tempat maket Gunung Merapi. Ini yang menjadi ikonnya yang mana sebuah simulasi Merapi meletus. Menggambarkan peristiwa erupsi 1969, 1994, dan 2006.
Di beberapa ruangan yang ada di lantai dua, menyuguhkan banyak foto berukuran besar mengenai Merapi. Keadaan secara visualnya dari sejak 1900 silam, 1930, dan seterusnya, terdapat di sini. Tak hanya gunungnya saja, namun pos-pos pengamatan gunung Merapi pun terabadikan dalam foto yang ditampilkan.
Agar lebih mengena, selesai melihat seisi dari museum tersebut, pengunjung pun dapat menikmati sebuah film suatu kejadian erupsi Merapi berdurasi 30 menit. Museum ini berada di Jalan Kaliurang km 22, Banteng, Hargobinangun, Pakem, Sleman.
4. Museum Bahari
Kapal perang, peluru, radar navigasi kuno, dan alat kelengkapan lainnya, dapat dijumpai di Museum Bahari Yogyakarta. Datang ke tempat ini, pengunjung pun tak hanya mendapatkan tambahan wawasan mengenai dunia TNI AL saja.
Namun, juga dapat mengetahui keelokan nenek moyang dalam mempersatukan nusantara. Mengingatkan kembali bahwa Indonesia merupakan negara maritim. Sebelum dijajah oleh Belanda, negara ini dikenal dengan kemaritimannya. Mempunyai armada yang besar dan kuat.
Hilangnya sebutan negara maritim tersebut, semenjak pelayaran dibatasi Belanda. Masa penjajahan, masyarakat hanya diminta untuk mengembangkan pertaniannya. Menanam rempah-rempah misalnya.
Dengan mencintai dunia kelautan, perlahan mengembalikan kejayaan kemaritiman. Masih banyak yang belum digali. Seperti wisata, ikan, rumput laut, gas bumi.
Berbagai koleksi pribadi maupun sumbangan dari TNI AL, dapat dilihat di museum yang terletak di Jalan RE Martadinata no 69, Wirobrajan, Yogyakarta ini. Seperti berbagai jenis miniatur kapal perang, senjata meriam, bom laut, torpedo, radar navigasi, GPS, dan lainnya.
5. Monjali
Terdapat sepuluh diorama yang berukuran sama seperti sebenarnya, membuat Monumen Yogya Kembali (Monjali) berbeda dengan yang lainnya. Belajar dan memahami arti dari perjuangan para pahlawan pun akan semakin mudah.
Monjali sebuah museum yang berisikan sejarah perjuangan Indonesia dalam memperoleh kemerdekaan. Peristiwa kembalinya Yogyakarta ke pangkuan pertiwi, setelah tentara Belanda yang mendudukinya ditarik.
Serta mengenal sosok-sosok pahlawan yang berjuang ketika itu. Seperti Bung Karno, Jenderal Sudirman, dan lainnya pun di museum ini dapat ditemui.
Diorama dengan ukuran yang sebenarnya tersebut, seperti misal pertemuan antara Bung Karno dengan Jenderal Sudirman. Kemudian ada yang menceritakan tentang masa-masa yang cukup fenomenal. Yaitu peristiwa serangan umum 1 Maret 1949, yang dipimpin oleh Komandan Letkol Soeharto. Yogya saat itu diserang dari berbagai penjuru, dan berhasil diduduki selama enam jam.
Lokasi dari museum ini berada di daerah Jongkang, Sarihajo, Ngaglik, Sleman. Cukup mudah ditemukan, karena berada di jalur ring road utara, tepatnya timur Terminal Jombor, Yogyakarta.
it's JOGJA NEWS
Senin, 16 September 2019
Sabtu, 17 September 2011
Jogja Hip-Hop dukung Haryadi
Pelantun tembang Jogja Istimewa, Jogja Hp Hop Community akan bergotongroyong memenangkan pasangan Haryadi Suyuti - Imam Priyono (HATI) dalam Pemilukada Kota Yogyakarta karena tulus mendukung Keiistimewaan DIY.
"Saya sebenarnya tidak suka politik namun karena menyangkut Keistimewaan Yogyakarta memutuskan untuk ikut serta memenangkan HATI," kata Pentolan Jogja Hip Hop Community Marzuki alias Juki saat kampanya akbar di Lapangan Karangwaru Yogyakarta, Sabtu (17/9).
Juki mengaku pernah dihubungi oleh Timses Paslon lain untuk hadir dalam setiap kampanye, namun karena kurang mendukung Keistimewaan Yogyakarta, terpaksa menolaknya. "Saya lebih memilih HATI yang tanpa dibayar. Karena, sejak awal hanya HATI yang tulus mendukung Keistimewaan," tambahnya.
Sementara itu, Anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo yang didaulat menjadi juru kampanye meminta warga Kota Yogyakarta untuk hati-hati terkait Keistimewaan Yogyakarta karena ada kelompok tertuntu yang ingin memecah belah.
Selain Tjahjo, juru kampanye yang hadir adalah Ketua DPD PDIP DIY, Drs H M Idham Samawi, Putu Guntur Soekarno, Theo L Sambuaga dan Akbar Tandjung.
"Saya sebenarnya tidak suka politik namun karena menyangkut Keistimewaan Yogyakarta memutuskan untuk ikut serta memenangkan HATI," kata Pentolan Jogja Hip Hop Community Marzuki alias Juki saat kampanya akbar di Lapangan Karangwaru Yogyakarta, Sabtu (17/9).
Juki mengaku pernah dihubungi oleh Timses Paslon lain untuk hadir dalam setiap kampanye, namun karena kurang mendukung Keistimewaan Yogyakarta, terpaksa menolaknya. "Saya lebih memilih HATI yang tanpa dibayar. Karena, sejak awal hanya HATI yang tulus mendukung Keistimewaan," tambahnya.
Sementara itu, Anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo yang didaulat menjadi juru kampanye meminta warga Kota Yogyakarta untuk hati-hati terkait Keistimewaan Yogyakarta karena ada kelompok tertuntu yang ingin memecah belah.
Selain Tjahjo, juru kampanye yang hadir adalah Ketua DPD PDIP DIY, Drs H M Idham Samawi, Putu Guntur Soekarno, Theo L Sambuaga dan Akbar Tandjung.
Argentine artists exhibition at Borobudur
MAGELANG: Artists from Argentina Maximo Elizondo will hold a solo exhibition titled Maximum Maximo in the House of Arts Tuk Songo, area of Candi Borobudur Magelang regency, Central Java, 19 to 27 September 2011.
Maximo will show no less 40 paintings and drawings that will have much to tell about his reflections during a year living and studying in Indonesia.
“His work is extensively covered and reflections about the experience of living in Indonesia during this year,” said owner Home Arts Tuksongo Borobudur, Deddy PAW Saturday (17 / 9).
Maximo is the best graduate student National University Institute of the Arts of Argentina in 2007. He and 35 students from countries in Asia and Europe undergoing Darmasiswa Scholarship of 2010-2011 at the Institut Seni Indonesia (ISI) and Solo in 2010 and completed in August 2011. In this exhibition, as curators of the exhibition do I Gusti Nengah Nurata.
Deddy said, the personal experience of Maximo like the story of her love living in the city of Solo helped decorate among works on display. One work, entitled I Pray for Si He, for instance, tells of a veiled girl who has successfully appealed to him. In work that scratches called naïve Deddy, Maximo expressed his admiration for the girl at once doubt to be able to have the girl because of religious differences.
Not just a story about the experience of love in Solo, inner struggle and the story of hometown artists during 2007-2010 has been a few times solo exhibitions in his country took part also exhibited. Call it like the masterpiece “Small Horse How Far We Go, I Can not Escape Myself” which tells about the acceptance of his destiny as an artist who must bring it to continue to want to learn with crossed the into various places.
“In general, his work in the form of narrative sentences and nuanced humor, naive, and childish about many things about everyday life,” said Deddy PAW which is known as a visual artist with a special feature-based apple.
Deddy said Maximo at Borobudur this exhibition is his first solo exhibition abroad. This exhibition will dibukan Indonesia seasoned collector who comes from the city of Magelang, Oei Hong Djien as well as a number of local arts like masks Ireng Magelang, Magelang Jazz Community, as well as veteran dancer from Venezuela, Pifano Estefania Arevalo. (wid)
Maximo will show no less 40 paintings and drawings that will have much to tell about his reflections during a year living and studying in Indonesia.
“His work is extensively covered and reflections about the experience of living in Indonesia during this year,” said owner Home Arts Tuksongo Borobudur, Deddy PAW Saturday (17 / 9).
Maximo is the best graduate student National University Institute of the Arts of Argentina in 2007. He and 35 students from countries in Asia and Europe undergoing Darmasiswa Scholarship of 2010-2011 at the Institut Seni Indonesia (ISI) and Solo in 2010 and completed in August 2011. In this exhibition, as curators of the exhibition do I Gusti Nengah Nurata.
Deddy said, the personal experience of Maximo like the story of her love living in the city of Solo helped decorate among works on display. One work, entitled I Pray for Si He, for instance, tells of a veiled girl who has successfully appealed to him. In work that scratches called naïve Deddy, Maximo expressed his admiration for the girl at once doubt to be able to have the girl because of religious differences.
Not just a story about the experience of love in Solo, inner struggle and the story of hometown artists during 2007-2010 has been a few times solo exhibitions in his country took part also exhibited. Call it like the masterpiece “Small Horse How Far We Go, I Can not Escape Myself” which tells about the acceptance of his destiny as an artist who must bring it to continue to want to learn with crossed the into various places.
“In general, his work in the form of narrative sentences and nuanced humor, naive, and childish about many things about everyday life,” said Deddy PAW which is known as a visual artist with a special feature-based apple.
Deddy said Maximo at Borobudur this exhibition is his first solo exhibition abroad. This exhibition will dibukan Indonesia seasoned collector who comes from the city of Magelang, Oei Hong Djien as well as a number of local arts like masks Ireng Magelang, Magelang Jazz Community, as well as veteran dancer from Venezuela, Pifano Estefania Arevalo. (wid)
Langganan:
Postingan (Atom)